PUISI

AKU TAK MEMILIH
By
Misfahkh

Biarlah yang lain memilih
Aku tidak
Yang menang asal banyak uang
Suaraku begitu berharga
Tak terbeli
Nyatanya yang bias dibeli lebih banyak
Aku bisa apa
Tinggal menikmati derita bersama

Pagi di Tepian Sungai
By
Misfahkh
Matahari mengintip malu diufuk timur
Desir suara kayuh mengalun lembut
Suara klotok memecah heningnya subuh
Ibu-ibu bertanggui menjemput rejeki diMuara Kuin
Pembeli penjual bercengkrama disela-sela harum kopi dan kuah soto Banjar
Wisatawan menikmati untuk-untuk hangat dan pisang goreng
Hingga pagi menyingsingdan perahupun pulang

Pangeran antasari
By
MisfahKh
Angkat kerismu lawan Walanda
Tuanku Raja kerajaan Daha
Waja sampai kaputing terus kau kobarkan
Hingga roh lepas dari raga

Pada Suatu Masa
By MisfahKh
Saat semua hilang
Yang ada hanya kenangan
Jiwa-jiwa yang dulu ada
Menetap di hati selamanya
Pada suatu masa
Jiwa-jiwa itu dating menjemputmu
Membawamu kenegeri seberang
Kitapun reuni ke masa lalu
Dan tiada lagi masa depan
Tiada lagi kesedihan dan duka lara
Yang ada tawa

Kemarau 2015
By MisfahKh
Tanah retak-retak
Dulunya sungai kini tanah kerontang
Pohon-pohon meranggas
Tinggal ranting-ranting tak berdaun
Lidah api menari dipucukpepohonan
Asapnyaberkeliaran tak terkendali
Kerumah-rumah, ke jalan-jalan
Berakhir diparu-paru manusia malang

city near body of water during night time

Photo by Aleksandar Pasaric on Pexels.com

Tinggalkan komentar

Filed under Uncategorized

BOLA TERUS BERGULIR by MISFAH KHAIRINA Part I

KURUN WAKTU 45 menit babak kedua pertandingan versus Klub Arjuna berjalan  klub Gatot Kaca berjalan alot! Kedudukan kacamata tidak membuat kedua klub malu. Permainan kiper menendang bola disambut kiper lawan, tontonan membosankan bagi sebagian penonton yang merasa waktu mereka akan terbuang menyaksikan pertandingan sekonyol itu. Satu persatu pendukung kedua klub beranjak meninggalkan stadion sebelum pertandingan usai. Sebagian lainnya masih duduk ditempatnya, dengan mulut tak henti-hentinya mencaci. Pertandingan menarik yang mereka harapkan ternyata jauh dari kenyataan. Tak ayal dari bangku-bangku stadion lemparan kulit kacang atau botol minuman mineral jadi pelepas kekecewaan. Teriakan-teriakan sadis diumbar disana-sini. “Bego lu! Cepetan Maju!” “Masak lawan dilepas begitu saja, gol tahu rasa!” “Awas kalau o-o!” “Ganti nomor 10!” “Hajar Ben Hattrick!” Seolah-olah tak terpengaruhakan hingar bingarnya penonton di kiri kanannya, seorang gadis yang bukan hanya satu-satunya cewek di jajaran bangku penonton, dia juga seorang wartawan, dikenali dari notes kecil di tangannya dan tentu saja kamera yang tergantung di lehernya. Sepanjang pertandingan gadis itu hanya menfokuskan penglihatannya ke lapangan hijau, sesekali pensilnya membuat coretan pendek. Nampaknya ia menikmati jalannya pertandingan. Tentu saja dengan sebuah cerita menarik di kepalanya. “Ya, nomer punggung 10 dari Klub Gatot Kaca, menjadi pusat perhatian. Beberapa sumber dari kalangan persepakbolaan sesumbar, Ben Hattrick pemain berbakat tahun ini. Di perkirakan akan menduduki bangku tertinggi sebagai pencetak gol terbanyak di musim kompetisi mendatang. Gadis itu tidak perduli dengan dengan segala macam analisa dan perkiraan. Ia ingin bukti. Untuk itulah ia sekarang berada di stadion, walau mata dan hati begitu penat menyaksikan pertandingan petak umpet yang dipertunjukkan kedua klub. Matanyanya menyipit, Ben Hattrick masih dalam jarak pandangnya. Serangan Klub Arjuna menyuruk jantung pertahanan Gatot Kaca. Pemain belakang gatot Kaca agak kerepotan akan serangan mendadak itu. Seorang gelandang Arjuna meliuk dengan gesit meliwati dua defender Klub Gatot Kaca. Satu gerakan bola berpindah ke kaki salah seorang pemain Arjuna yang berdiri beberapa meterdari gawang. Kepungan begitu ketat dari Klub Gatot Kaca, membuat  pemain Arjuna mengambil keputusan melepaskan tendangan langsung ke mulut gawang. Kiper Gatot Kaca tak perlu bersusah payah menepis tendangan tidak begitu keras yang dilepaskan pemain Arjuna. Bola melenceng jauh beberapa meter dari gawang. Terjadilah tendangan sudut. Penonton mulai panas. Stadion yang tadinya hiruk pikuk dengan segala makian, seketika memperdengarkan sorak-sorai mendukung Klub Arjuna. Detik-detik menegangkan terjadilah. Muntha, gadis wartawan tadi duduk dengan leher tegak. Ia ikut merasakan ketegangan yang terjadi di lapangan. Pemain bernomor punggung 11 dari Klub Arjuna mempassing bola dengan tendangan menyerupai paraabola, meliwati tiang gawang. Kemelut di muka gawang tak terhindarkan. Dengan tergesa seorang gelandang Arjuna menendang bola yang mampir dikakinya, ke gawang Gatot Kaca. sayang sekali dewi fortuna tidak berpihak kepadanya. Tendangannya membentur mistar gawang, mental ke dalam. Seorang pppppppppppppemainpemain Arjuna menghadangnya, dalam posisi siap mengkop bola. Kebetulan Ben hattrick bera “Bego Lu! Cepetan maju!” “Masak lawan dilepas begitu saja, gol tahu rasa!” “Awas kalau 0-0!” “Ganti nomer 10!” “Hajar Ben hattrick!” Seolah tak terpengaruh akan hingar bingarnya penonton dikiri-kanannya. Seorang gadis yang bukan hanya satu-satunya cewek di jajaran bangku penonton, dia juga bertindak sebagai wartawan. Dikenali dari notes kecil ditangannya dan name tag. Sepanjang pertandingan gadis itu hanya menfokuskan perhatiannya ke lapangan hijau, sesekali pensilnya membuat catatan pendek. Nampaknya ia menikmati jalannya pertandingan . Tentunya dengan sebuah berita menarik bertengger di kepalanya. Ya! Nomer punggung 10 dari Klub Gatot Kaca,menjadi pusat perhatian.

Beberapa sumber dari kalangan persepakbolaan sesumbar Ben Hattrick pemain muda paling berbakat tahun ini. Ia diperkirakan akan menduduki bangku tertinggi sebagai pencetak gol terbanyak di musim kompetisi mendatang. Gadis itu tidak perduli dengan segala macam analisis dan pridiksi, ia ingin bukti. Untuk itulah ia ia sekarang berada di kursi penonton. Walau mata dan hatinya begitu penat menyaksikan pertandingan petak umpet yang dipertunjukkan kedua klub.

Matanya menyipit, Ben Hattric masih dalam jarak pandangnya, serangan klub Arjuna menyuruk jantung pertahanan Gatot kaca. Pemain belakang Klub Gatot kaca agak kerepotan akan serangan mendadak itu. Seorang gelandang Arjuna meliuk dengan gesit meliwati dua orang defender Gatot kaca. Sebuah gerakan bola berpindah ke kaki salah seorang pemain Arjuna yang berdiri beberapa meter dari gawang. Kepungan begitu ketat dari Klub Gatot kaca, membuat pemain Arjuna itu mengambil keputusanmelepaskan tendangan langsung ke mulut gawang.

Kiper Gatot Kaca tak perlu bersusah payah menepis tendangan tidak begitu keras yang dilepaskan pemain Arjuna. Bola melenceng jauh beberapa meter dari gawang. Terjadilah tendangan sudut. Penonton mulai panas. Stadion yang tadinya hiruk-pikuk dengan segala makian, seketika memperdengarkan sorak-sorai mendukung Klub Arjuna.

Detik-detik menegangkan terjadilah. Muntha, gadis wartawan tadi duduk dengan leher tegak, ia ikut merasakan ketegangan yang terjadi di lapangan.

Pemain bernomor punggung 11 dari Klub Arjuna mempassing bola dengan tendangan menyerupai parabola, meliwati tiang gawang. Kemelut di muka gawang tak terhindarkan. dengan tergesa-gesa seorang gelandang Arjuna menendang bolakulit yang yang mampir di kakinya ke gawang Gatot kaca. Sayang sekali dewi fortuna tidak berpihak kepadanya. Tendangannya membentur mistar gawang, mental ke dalam. Seorang pemain Arjuna menghadangnya, dalam posisi siap mengkop bola, kebetulan Ben Hatrict berada tidak jauh darinya. Ben Hattrick berlari menuju arah bola. Bola melayang, Ben Hattrick dan pemain Arjuna melompat bersamaan. Brukk! Masuk! Sundulan pemain Arjuna bersarang di gawang Gatot Kaca.

Stadion seakan ambruk oleh gemuruh sorak-sorai pendukung Klub Arjuna. Malah ada pula pendukung Klub Gatot Kaca memihak Klub Arjuna, walau masih banyak fans setia Klub Gatot Kaca merasa dikecewakan Ben Hattrick. Andai saja ia sedikit berani beradu kepala dengan pemain Arjuna tadi, tentunya gol itu tak akan terjadi. Seolah-olah ia hanya melompat tanpa melakukan suatu tindakan penyelamatan yang berarti.

Ben Hattrick kehilangan taring. Ia menelungkup di rumput. Percuma, kedudukan berganti, 1-0 untuk Arjuna.

Muntha menghela nafas panjang. Ketegangan baru saja lewat. Pennya bergerak, menuliskan beberapa kalimat pendek. Penonton di sebelahnya mendumal, rupanya ia fans berat Klub Gatot Kaca.

“Lebih baik tidak usah jadi pemain Prof kalau takut bola-bola atas,” ujarnya dengan wajah kusut.

Muntha tersenyum kecil. Di notesnya terbaca, “Pemain sepakbola takut bola atas.” digaris bawahi tebal-tebal.

Menit-menit terakhir Arjuna seolah mendapat semangat baru. Serangan bergelombang silih berganti diperagakan gelandang penyerang mereka. Hari naas bagi Ben Hattrick, ia membuat kesalahan kedua. Seorang gelandang menyerang Arjuna berupaya menembus pertahanan Klub Gatot Kaca diganjal kerasoleh Ben, tanpa ampun Ben Hattrick dihadiahi kartu merah oleh wasit.Lunglai!Jagoan kertas keluar lapangan. Tragisnya, tinggal 10 detik lagi pertandingan usai.

Peluit wasit menandakan berakhirnya pertandingan sore ini. Muntha bergegas meninggalkan stadion dengan sebuah catatan kecil,”Pemain berbakat itu ternyata Macan ompong!”

ooo

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar

Filed under Cerpen, Uncategorized

DILEMA

DILEMA by Misfah Khairina

Rasanya seperti diseret ke pintu neraka

Nurani dibelenggu kau turut tirani

Bertahun-tahun mendustai diri

Mengajarkankejujuran melakukan ketidakjujuran

Percuma berteriak, kau bungkam dalam kebohongan berantai

Demi kebanggaan

Demi harga diri

Demi nilai diri

Kau menunggu saat itu tiba

Kau bebas dari belenggu dan terbebas dari rantai kemunafikan

kembali mengajarkan sesuatu yang hakiki, yang diridhoi Allah

Semoga waktu itu tak lama lagi

Tinggalkan komentar

Filed under pojok puisi

APA YANG KAU TAHU?

APA YANG KAU TAHU KARYA MISFAH KHAIRINA

Apa yang kau tahu?

Menjadi ibu tidaklah mudah

Hamil itu tidak mudah

Melahirkan apa lagi

Selalu ada alasan dalam proses kelahiran

Ini hidup dan mati. Bukan urusan mudah

Hanya Tuhanlah yang meniupkan kekuatan ke jiwa ibu-ibu yang lemah hingga tangis-tangis bayi mungil itu terdengar di dunia.

Perjuangan tidak berhenti disini

Jangan menghujat, semua ada alasan bukan pembenaran

Rasakan baru kau tahu

Tinggalkan komentar

Filed under pojok puisi

Jerit Anak Negeri

JERIT ANAK NEGERI KARYA MISFAH KHAIRINA

Sudahkah kalian melihat sekolah kami yang nyaris runtuh?

Berdinding seadanya tanpa jendela

Jangan tanya internet, bukupun hanya satu dua

Tak ada LCD, hanya papan tulis kecil dan kapur tulis

Guru kami digaji tiga bulan sekali, menempuh berpuluh-puluh kilo untuk mendidik kami

Sudahkah kalian liat kami?

Kurikulum terus berganti, konon meniru negeri seberang

Sedang yang kami butuh hanya sekolah yang layak, buku-buku yang banyak dan gaji guru yang berhak

Dengarlah kami

Tinggalkan komentar

Filed under pojok puisi

BERAWAL DARI BLOG

Banyak pe rtanyaan yang ingin sekali karyanya diterbitkan Majalah, koran, maupun Tabloid tapi masih malu atau bingung mengirimkan karyanya. Kalian bisa memulainya dengan ngeblog. Blog sarana yang bagus untuk memamerkan karya kalian pada orang lain. Sebagai contoh dua kakak beradik Agnes dan Teddy Davonar.

Mereka mulai berkarya dari blog. Awalnya kakaknya Agnes yang sering memposting karya cerpen dan novelnya di blog pribadinya, melihat karya kakaknya banyak dibaca dan mendapatkan penghargaan Davonarpun tergerak hatinya membuat karyanya di blog, akhirnya mereka membuat blog atas nama mereka berdua di http://www.agnesdavonar.net. Apabila pembaca mereka sudah 100 ribu mereka memformatnya menjadi novel, yang kemudian banyak perushaan film yang ingin membuat karya mereka dalam versi layar lebar.

Kakak beradik ini telah menghasilkan 5 Novel dan 140 cerpen, Karya mereka yang sudah difilmkan Surat Kecil untuk Tuhan, Ayah Mengapa aku Berbeda, My Blackberry Girlfriend, My Last Love, dan puluhan FTV. Semoga kalian terinspirasi dengan kesuksesan mereka.

Tinggalkan komentar

Filed under blog sastra, tips

PERTUKARAN PEMUDA ANTAR NEGARA DKI JAKARTA

Punya mimpi pergi ke Kanada, Australia,Malaysia, ASEAN-Jepang, Korea gratis jangan sia-siakan kesempatan ini bagi pemuda usia 18-25 tahun silakan daftar di http://www.pcmidkijakarta.wordpress.com untuk kalian yang tinggal diseputar DKI Jakarta formulir sudah bisa di dapatkan 1-10 April seleksi mulai tanggal 17-18 tanpa dipungut biaya. Syaratnya harus menguasai Bahasa Inggris baik lisan mau tertulis, menguasai kesenian daerah. Bagi kalian yang tinggal di daerah silakan daftar di dinas pemuda dan pariwisata setempat. Program ini setiap tahun ada, persiapkan diri kalian dan wujudkan mimpimu!

Tinggalkan komentar

Filed under Uncategorized

KUMPULAN CERPEN KOMPAS

Please cekidot blog ini http://cerpenkompas.wordpress.com/
Bagi seorang penulis cerpen-cerpen yang dimuat di kompas minggu jadi patokan mutu. Disinilah penulis-penulis terbaik mempublish karya terbaiknya. Tapi saya akui tidak setiap minggu membeli Kompas minggu, namun dengan mengunjungi blog ini saya bisa membaca cerpen-cerpen yang pernah dimuat di Kompas Minggu. Berbagai sastrawan dari yang senior maupun junior dapat kita temui disini, cerita dari berbagai genre dan gaya penulisan dapat kita jumpai di blog ini. Dari membaca karya yang baik aku percaya kita akan termotivasi untuk membuat karya yang lebih baik dan siapa tahu suatu hari nanti karya saya atau kamu akan muncul di Kompas minggu.

1 Komentar

Filed under blog sastra

Cerpen : HANABASHI by Misfah Khairina

“Kau layani dulu pembeli. Ibu mau tengok Kayla dulu.” Kata Nadia pada Asih, bergegas ke ruang sebelah dimana ia tinggal.Bayi mungilnya sedang menagih ASI. Dari jendela kamar Kayla, Nadia melihat sepasang manusia keluar dari dalam mobil. Yang laki-laki terlihat rapi dengan stelan kemeja bergaris dan celana konduroy coklat tuanya. Tangannya menenteng smartphone keluaran terbaru. Sementara yang wanita kelihatan fashionable mengenakan minidress berbunga-bunga kecil dengan warna pastel dengan bolero berwarna khaki. Tangan kirinya menenteng tote bag berwarna senada dengan boleronya, sementara tangan kanannnya bergelayut manja di lengan si lelaki.
Asih, pegawai baru itu akan melayani mereka. Sudah beberapa hari Asih bekerja di took bunga milik Nadia. Selama itu dia menunjukkan kinerja yang bagus. Cekatan dan ramah. Nadia merasa sangat terbantu, disaat-saat ia masih memberikan ASI eksklusif pada Kayla.
“Bu…Bu Nadia…rangkaian bunga kering di dinding itu dijual?” Asih tergopoh-gopoh menghampiri Nadia.
“Yang mana? Tunggu sebentar!”
Nadia hati-hati meletakkan Kayla yang sudah tertidur pulas ke dalam boxnya.
“Hanabashi itu dijual kecuali yang paling besar itu tidak dijual. Maaf milik pribadi.” Kata nadia pada sepasang muda-mudi yang sudah membeli mawar segar, nampaknya mereka berminat pada rangkaian bunga kering yang ditata indah dan dibingkai dikenal sebagai hanabashi. Nadia memepelajari merangkai bunga itu saat ia sekolah di Jepang.
“Tapi aku mau yang itu!” rajuk si wanita pada laki-laki disampingnya pada sembari menunjuk pada rangkaian hanabashi berukuran besar yang dipenuhi kelopak kering mawar merah dirangkai seperti buket pengantin.
“Please saya bayar, berapapun harganya.” Ujar laki-laki itu berpaling pada Nadia.
“Arman!” hati Nadia menejerit . Wajah lelaki itu sekilas menunjukkan keterkejutan.
“Maaf kami tidak menjual yang itu. Koleksi pribadi, berapapun anda sanggup membayarnya. Ulang nadia mendadak merasa tak nyaman di took bunganya sendiri. Entah apa sebabnya.
“kalau tidak dijual kenapa dipajang?” dumal si wanita.
“Sudahlah Karin. Yang itu juga bagus, apa yang itu , kamu suka kucing kan?”
“Tapi aku maunya yang itu!”
“Ngga boleh sama yang jual, sayang. Bagaimana kalau yang ini saja, sebagai tanda maafku., please?”Arman memohon dengan tatapan selembut kelinci. 21 mawar kuncup ditangannya.
“Sebagai tanda maafku.”
“Baiklah”. Ujar wanita bernama Karin seraya mendengus halus, mereka berpelukan. Nadia membuang pandang. Dadanya terasa sesak, sementara matanya terasa memanas. Arman mengeluarkan kartu kreditnya dan membayar semua bunga-bunga yang ia hadiahkan pada Karin.
Saat Nadia mengembalikan kartu kredit Arman, tak sengaja pandangan mereka beradu, “Nad, senang bertemu denganmu kembali.” Kata Arman dengan senyum kecil disudut bibirnya. Nadia tidak tahu harus berkata apa dengan peretemuan tak disangka-sangka itu.
Stelah kepergian Armand an Karin. Nadia masih terduduk lemas dengan mata menatap hanabashi terindah di dinding toko bunga itu. Rangkaian buket pengantin hanabashi itu istimewa pun penuh kenangan. Kenangan akan cintanya pada seseorang. Seseorang yang mengisi hatinya 7 tahun yang lalu.
Pikiran Nadia mengembara ke masa silam saat ia masih jadi wanita terkasih lelaki bernama Arman. Ia teringat hari itu mereka menikmati makan malam yang romantic di restaurant Perancis sebelum keberangkatannya ke Jepang, “Arman, sebentar lagi aku ke Jepang..menurutmu gimana kalau kita tunangan dulu?”
Wajah Arman menunjukkan keterkejutan, seakan-akan ia menelan sesuatu yang aneh dikerongkongannya, sehingga ia harus membasahinya dengan menenguk anggur putih itu dua kali.
“Tunangan? …ada apa ini Nadia? Ngga cukupkah kita saling mencintai?”
“Man kita sudah pacaran 3 tahun. Aku ingin kepastiansebelum keberangkatanku ke Jepang. Sebuah perjalanan pasti ada akhirnya bukan?”
“Nad,…sorry…terus terang aku belum siap. Aku masih punya banyak mimpi. Banyak keinginan yang belum kucapai. Aku ingin menuntaskan S2ku dan mengembangkan usaha yang diwariskan ayahku. Tunangan…nikah…bukan prioritasku saat ini. It…is not the right time…honey. Maafkan aku jika aku mengecewakanmu.”
Begitulah Arman, walaupun sudah tiga tahun mereka bersama, Nadia belum bias memahami siapa sesungguhnya kekasihnya itu. Hingga ia sekolah ke Jepang, beberapa kali mereka putus sambung. Sampai disuatu titik Nadia merasa terlalu lelah untuk menunggu. Seorang lelaki Indonesia yang dikenalnya di Jepang mendekatinya. Disaat hatinya bimbang dan bingung dengan jalinan kasihnya dengan arman yang tak berujung, Rio menunjukkan keseriusannya. Rio dating dengan keluarnya meminang Nadia menjadi istrinya. Nadia pasrah dengan takdirnya. Lamaran Rio, suatu tanda dari Tuhan untuknya. Nadia memutuskan menerima pinangan itu.
Nadia mengundang Arman di resepsi pernikahannya. Tapi Arman tidak datang. Sehari sebelum hari H, Arman mengirimkan buket mawar dan ucapan selamat. Nadia melepas kelopak demi kelopak buket mawar itu satu persatu, dikeringkan, ditata dan disusun kembali menjadi hanabashi yang indah.
Ooo
“Arman!” Nadia terkesiap melihat kemunculan Arman untuk kedua kalinya di toko bunganya. Kali ini ia dating sendiri.
“Nadia….Nadia….” Arman tertawa canggung, “Aku masih tak percaya kita bertemu lagi. Gosh! It’s been long time! Maaf aku ngga bias dating ke resepsi pernikahanmu. Waktu itu aku masih menata hatiku yang berantakan. Aku masih shock dengan keputusanmu. Hey…tapi buket bungaku sampaikan?”
Nadia mengangguk seraya melirik Hanabashi buket mawar yang tergantung cantik di dinding tokonya.
“Terima kasih atas buket indahnya. Maaf baru kali aku bias mengatakannya.”
“Saat kau tinggalkan aku, aku baru sadar, aku telah melepaskan sesuatu yang begitu berharga dalam hidupku. Kamu! Tapi semuanya sudah terjadi. Aku sudah meliwatnya, walau berat!” Arman menghela nafas dalam,” Aku hanya ingin menyerahkan ini padamu. Ku harap kau datang.” Ujarnya seraya menyerahkan sebuah undangan pernikahan. Pernikahan Armand dan Karin.

Sepeninggal Arman , Nadia menurunkan Hanabashi istimewa itu dari dinding. Membersihkan dengan hati-hati.
“Sih, tolong bungkuskan ini.”
“Ini kan tidak di jual, Bu?”
“Aku tidak menjualnya, aku akan memberikannya.”
“Tapi Bu?”
“Sudah saatnya aku melepaskannya dengan ikhlas.” Kata Nadia sembari tersenyum penuh arti.
Ooo
Sehari sebelum hari pernikahannya, dimalam midodareni, Karin dikejutkan dengan sebuah bungkusan di kamarnya. Perlahan-lahan dibukanya bungkusan persegi empat panjang itu. Sahabat-sahabatnya juga penasaran apa isi bungkusan itu. Karin menjerit girang, saat menegtahui isi bungkusan itu, “Hanabashi idamannya!”
Dengan perasaan bahagia membuncah Karin serta merta menilpon Arman, “Honey…ma kasih ya hanabashi….indah sekali. Pemilik toko itu bilang dia tidak akan menjual hanabashi itu, tapi kamu hebat bisa mendapatkannya untukku. Thanks ya…it means so much to me.” Suara Karin bergetar.
“Karin…wait….hanabashi. “
“Udah dulu ya Hun! I miss you…muach!”
Arman terlongong dengan hp yang belum dimatikan. Ia masih bingung dengan kata-kata Karin barusan, bukannya ia memberi Karin bingkisan Jam tangan Cartier di malam midodareni, lantas apa tadi Karin bilang Hanabashi?
Ke esokan harinya,Nadia melirik dinding kosong di tokonya. Sudah saatnya ia melepaskan semua kenang-kenangan Arman dari hidupnya. Hatinya sekarang seperti dinding kosong itu, siap untuk di isi dan ia tahu pasti dan yakin siapa yang mengisi dinding kosong itu, tatapan cinta Rio merangkulnya, “Sudah siap, Nyonya Rio wicaksono.?”
Nadia mengangguk, keduanya bergandengan tangan siap pergi ke resepsi pernikahan Armand dan Karin.

Tamat

13 Komentar

Filed under Cerpen

LOMBA CERPEN SOSIAL 2011

tanggal 20 Desember adalah Hari Sosial, atau dulu telah kita kenal sebagai Hari Kesetiakawanan dan Kepedulian Sosial Nasional. Bahwa pada Hari Sosial tersebut, kita akan berkumpul bersama untuk membicarakan dan membahas kegiatan dalam rangka memperingati Hari Sosial yang mengingatkan kita bahwa manusia hidup di masyarakat mempunyai hak dan kewajiban sosial. Sesuai dengan kodratnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi memerlukan kawan untuk berusaha mengurangi beban dalam kesukaran. Dalam kehidupan ini masih banyak masalah sosial yang memerlukan perhatian kita, misalnya kenakalan remaja, narkotika, anak yatim piatu, kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Hal-hal tersebut, selain menjadi tugas negara, juga merupakan kewajiban kita semua sebagai makhluk sosial untuk ikut menaggulanginya.

Melalui kesemptan ini kami ingin mengetuk hati Bapak, Ibu, Saudara/i agar Hari Sosial ini dijadikan titik tolak keikutsertaan yang mampu dilakukan, dalam rangka upaya membantu tugas-tugas sosial yang seharusnya kita lestarikan bersama. Kegiatan yang kami adakan adalah memfokuskan kepada pemuda penerus bangsa (Pelajar dan Mahasiswa) berpartisipasi dalam menulis Cerita Pendek (Cerpen) dengan Tema “SOSIAL”,

Syarat dan ketentuannya sebagai berikut:

1. Peserta Asli Berwarga Negara Indonesia.
2. Peserta merupakan pelajar atau mahasiswa (9 tahun s/d 23 tahun)
3. Kompetisi Cerita Pendek Sosial ini bersifat perorangan (Individu).
4. Tiap Cerita Pendek (Cerpen) yang diikutsertakan dalam kompetisi ini wajib mengandung unsur sosialisasi warga negara dan dapat memicu masyarakat umum dalam peningkatan hak dan kewajiban sosial.
5. Tema “SOSIAL” (bersifat bebas dan tidak mengikat)
6. Karya Cerpen yang dilombakan belum pernah diterbitkan dalam bentuk buku, dan dipublikasikan lewat media cetak atau elektronik, serta tidak sedang diikutkan dalam kompetisi, lomba atau kegiatan serupa lainnya.
7. Karya Cerpen yang diikutsertakan bukan saduran, terjemahan, plagiat atau pun murni menjiplak, baik sebagian maupun keseluruhan, dari naskah yang telah ada sebelumnya.
8. Tiap peserta diperbolehkan mengirimkan lebih dari satu karya dengan melampirkan data diri scan/fotokopi kartu identitas yang masih berlaku (SIM/KTP/Kartu Mahasiswa/Kartu Pelajar/Pasport, dll).
9. Peserta melampirkan Biodata singkat yang dilengkapi dengan Namor Telepon/HP dan alamat email aktif.
10. Cerpen wajib dikirim dengan format kertas A4, Margin Normal, font Arial 12 pt, spasi 1,5. Dan dikirim ke email : cerpen@inorbit.com.
11. Peserta melakukan registrasi/pendaftaran Rp. 10.000,- setiap judul karya dan melampirkan struk transfer registrasi (di foto/scan). Nomor Rekening Pendaftaran Bank BNI: 015 473 1105 Atas Nama : Aufa Imiliyana.
12. Naskah diterima panitia terakhir tanggal 20 Desember 2011.
13. Dewan Juri menetapkan 3 Pemenang, dan 7 Nominator terbaik yang akan dibukukan, serta menjadi cerita pokok dalam kompetisi hari sosial tahun 2011.

• Juara 1 – Rp. 3.000.000.00,- Sertifikat, Souvenir, Buku Terbitan Kompetisi.
• Juara 2 – Rp. 2.000.000.00,- Sertifikat, Souvenir, Buku Terbitan Kompetisi.
• Juara 3 – Rp. 1.000.000.00,- Sertifikat, Souvenir, Buku Terbitan Kompetisi.
• 7 Nominator terbaik – Sertifikat, Souvenir, Buku Terbitan Kompetisi.

14. Keputusan Dewan Juri bersifat Mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat.
“10 Pendaftar Pertama Mendapatkan e-book 10 Kumpulan Cerita Islami”

Dewan Juri:

1. Budi Cahyono.
2. Hj. Siti Khotijah.
3. R. Suparman.

Sumber : http://indonesiaartnews.or.id/opportunitiesdetil.php?id=459

Yang suka nulis ikutan yuk!

Tinggalkan komentar

Filed under lomba menulis